Himpunan Mahasiswa Jurusan Matematika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar (HMJ Matematika FMIPA
UNM) menggelar Bedah Buku dalam rangka memperingati Hari
Kartini, secara daring melalui Zoom, Sabtu (24/04).
Bedah buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" ini
bertujuan untuk memberikan gambaran terkait perjuangan R.A. Kartini sehingga
dinobatkan sebagai salah satu sosok penting dalam emansipasi perempuan di
Indonesia. Di samping itu, bagaimana kita sebagai mahasiswa perlu memahami
esensi dari perjuangan beliau.
Bedah buku ini berlangsung dengan membahas 'Kenapa Kartini?’
dengan pemateri Citra Widyasari S selaku Anggota Organisasi Kemasyarakatan
Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) Sulawesi Selatan.
Pemateri dalam bedah buku ini menjelaskan bahwa pada saat
itu, R.A. Kartini berasal dari keluarga yang paling menunjang dan maju dibanding
keluarga lain. Beliau lahir di era penjajahan 1879, dimana tidak adanya
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Di masa itu pula, perempuan tidak
diperbolehkan sekolah ataupun bekerja karena orang beranggapan bahwa cita-cita
perempuan adalah menjadi seorang istri.
Berangkat dari hal tersebut, beliau berpikir terhadap
berbagai masalah termasuk tradisi feodal yang menindas, pernikahan paksa dan
poligami bagi perempuan kelas atas dan pentingnya pendidikan bagi anak
perempuan. Pemikiran tersebut dituliskan dalam beberapa surat yang kemudian
dikirimkan kepada teman-teman Belandanya.
Dalam bedah buku ini, juga berlangsung tanya jawab dan
sharing dari peserta mengenai buku tersebut. Melalui sesi tersebut, Sri Maryuni
meminta tanggapan dari pemateri terkait istilah 'perempuan sebagai budak
laki-laki' yang terdapat di dalam buku.
“Di dalam buku, ada kalimat yang menyatakan perempuan
sebagai budak laki-laki, bagaimana tanggapan kakak terkait kalimat itu?” tanya mahasiswa Pendidikan Matematika Angkatan 2019 tersebut.
Menanggapi hal itu, pemateri menyatakan bahwa ia tidak
setuju akan pernyataan tersebut sebab setiap orang memiliki hak dan kebebasan
sendiri.
“Tidak ada satupun orang yang bisa dijadikan budak, setiap
orang punya hak, kebebasan dan privasinya masing-masing. Tetapi pada saat itu,
sistem perbudakan memang sedang marak yaitu ketika hak perempuan berada di
tangan laki-laki, ketika laki-laki berkuasa atas ekonomi maka mereka berkuasa
atas segalanya,” jawabnya.
Pemateri juga menyebutkan sosok yang membantu R.A. Kartini dalam meningkatkan martabat perempuan pada saat itu, seperti Mr. Abendanon dan kerabatnya yang ada di Belanda.
“Adapun pihak-pihak yang membantu Kartini yaitu Mr. Abendanon dan teman-teman Belandanya. Dimana surat-surat Kartini dikirimkan kepada teman-teman Belandanya dan dibukukan oleh Mr. Abendanon karena melihat kata-kata Kartini yang penuh makna,” lanjutnya.
Sejalan dengan cita-cita R.A. Kartini, Nur Ikhsan Ismail
bertanya mengenai hal kecil namun berdampak besar yang dilakukan oleh beliau
dan penerapannya oleh perempuan di zaman modern ini.
“Apakah ada hal kecil yang dilakukan oleh R.A. Kartini yang
mungkin memberikan dampak yang besar pada masa itu? Jika ada, apakah masih ada
perempuan di zaman sekarang yang melakukan hal kecil tersebut?"
tanya mahasiswa asal Pinrang tersebut.
Mengenai hal itu, pemateri mengatakan bahwa hal kecil yang dilakukan Kartini yaitu berpikir, menghayati diskriminasi yang terjadi pada saat itu, ulet menulis dan membaca buku yang dimiliki serta mengirim surat.
“Hal tersebut merupakan hal kecil yang tanpa disadari memberikan dampak besar," jelasnya.
Lebih lanjut, perempuan yang telah menempuh pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar itu mengungkapkan visi misi Kartini dalam buku tersebut yaitu bagaimana perempuan pada saat itu bisa memiliki banyak pilihan, tidak hanya menjadi seorang istri.
“Tidak ada alasan untuk tidak berjuang karena ada banyak usaha-usaha yang dapat mendobrak permasalahan tersebut,” tuturnya.
Mengutip dari salah satu surat R.A. Kartini untuk Prof.
Anton pada 4 Oktober 1901, yang menjadi surat menarik bagi Nurul Hidayah, Ketua
Bidang Keilmuan HMJ Matematika FMIPA UNM, dimana R.A. Kartini tidak berniat
untuk menjadikan wanita sebagai saingan laki-laki dan tidak melakukan kewajiban
yang diserahkan alam sebagai seorang wanita. Berikut kutipannya :
“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan
anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu
menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan
pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap
melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam
tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama,”(*)
0 comments